Senin, 19 Maret 2007

Guratan 2. Tahukah Kamu ?




Dear Diar,

Selamat malam, sayang.
Tahukah kamu, bahwa hingga kini aku tetap tak mampu menepis kesedihan dan rasa gusar atas kepergianmu ? Bagai kanak-kanak yang selalu ingin mengikuti bundanya berjalan dan ...terus mengamuk bila ditinggalkan. Untuk itu maafkanlah aku, dan jangan sampai keisenganku ini menyusahkanmu...


Sebab...aku ingin mengaku....
hanya seorang di antara sekian yang mampu melelehkan gumpalan kalimat kenyal nyaris kaku. Itu adalah kamu, sayang ! Yang berkali-kali berhasil meyakinkan bahwa keluhuran keyakinan kita selalu ada didalam kenyataan sesaat sebelum semua nilai-nilainya kuanggap sebagai dogma mistik nonsens absolut, dan menggiring enejiku menjadi pragmatis-materialistik yang atheistik. Kamu juga selalu berhasil mematangkan jerawat batu dan membuatnya meletus tepat sebelum semua obat mujarab kuvonis palsu, yang tak pernah gagal membuat gatal, menyuburkan candu, dan menciptakan keengganan-keenggananku untuk segera menjadi normal.

Bagaimana keadaanmu sekarang? Adakah lebih baik?

Tentang rumah barumu itu. Kubaca isyarat-isyaratmu mengutuki pagar-pagar maya yang menempurungi kita. Tahukah kamu, betapa di sini aku pun sedang dibuat gila olehnya ?


Sungguh, ...kau percaya itu ? Bahkan malah oleh pagar-pagar maya itu, sesekali waktu aku berfikir untuk menembusnya, seperti filem-filem yang mengisahkan seorang aktor yang berhasil melarikan diri menembus rintangan dan penjagaan penjara alkatraz. Bagaimana mungkin aku menyerah ?? Rasanya, ... sepatutnya aku dapat mematahkan ketatnya pengawasan laskar Lima Inderawi dan menyandera yang ke Enam. Lalu menaklukan kerumitan rintangan dinding-dinding jeruji tulang, daging dan kulit ini, walaupun mereka diperkuat laskar otot dan urat, serta sensor di batas pagar kulit yang begitu sensitif.


Hanya aku betul-betul buta keberadaanmu, teh. Maut menyanderamu di lokasi yang begitu misteri. Beri aku kordinatnya... akan ku susul dan ku bebaskan kamu, sayang !! Hampir-hampir frustasi aku membaca sandi-sandi di lembaran kitab-kitab suci, bertanya pada para mpu-duniya dan para begawan ghita, yang semua nyaris ku caci sebagai penipu, hanya karena tak ku peroleh ‘jawab’nya.


Lucu !


Sejauh renggang jarak ini, kita masih dikutuk dengan banyak persamaan, kenangan terindah yang selalu menyayat jantungku, kesedihan abadi !... dan tentu saja “pengertianmu” yang teramat-sangat istimewa bagi ku. Hal yang mungkin akan selalu menjadi tanda yang terus lekat di kening kita. Hantu sejati ! ...



-.Swamimoe.-

NB: Tentang pagar-pagar itu,
kadang kupikir apa pula hak mereka membuat kita menjadi semakin gila?

Tidak ada komentar: