Senin, 11 Juni 2007

Guratan 7



Dear Diar,

Selamat pagi, Neng.

Bagaimana khabarmu, sayang ? Semakin nyamankah tidur panjangmu saat ini ? Ku harap tiada sesuatupun yang datang mengganggu, mencuri gulingmu yang biasa kau dekap pengganti diriku, atau bantal yang tak pernah kamu pakai bila terlelap. Ihh, kamu selalu menarik lengan ku dan ‘membantalkan’nya hingga kebas kesemutan, ingatkah kamu ? Tapi, selalu saja aku suka kamu perlakukan begitu, sehingga mega fajar menjelang tiba. Peristiwa-peristiwa kecil dan sederhana yang mustahil aku lupa !.

Hingga pagi ini, ketika tadi terjaga dan kulengkapi keping demi keping kesadaranku sempurna, masih saja kudapati duka itu menetap memelukku, menggantikanmu, menyelimuti. Baru malam tadi aku boleh tidur pulas setelah dua hari dua malam aku tak bisa tidur. Mengerjakan bagian-bagian thesisku yang harus ku serahkan kemarin kepada penyeliaku. Ternyata banyak sekali detail-detail yang tertinggal selama ini. Progressku yang begitu lambat. Seakan hampir-hampir aku berlari di tempat. Pasti kamu tak mengharapkan hal itu, tapi begitulah aku. Gambaran kernyit di keningmu tampak jelas begitu dalam. Namun senyummu tak pernah hilang.

Kau begitu mengenalku lebih baik dari aku sendiri, terlebih kala aku diradang nafsu dendam terpendam. Seperti permainan puzzle yang memabukkan, melupakan segalanya, aku asyik memutar dan membolak balik keping puzzle itu dengan imajinasi rumit ‘mewujudkan detik-detik penghancuran itu’ agar tetap selalu berada didalam bingkai puzzle berkenaan. Hahaha, kadang ketika kesadaran religiku hadir, aku merasa begitu ngeri dengan ‘degub kesunyian’nya, sunyi tak bertepi. Percayakah kamu ?

Gangguan fikiran dan perasaanku terhadapmu tak selalu bisa ku jinakkan. Ia begitu liar bagai pecahan partikel uranium yang melebur dalam proses fusi nuklir suhu tinggi. Itupun gagal ku siasati menjadi daya dorong katup-katup listrik syarafku yang menggerakkan tenaga produktif tubuhku menyelesaikan thesis secepat mungkin. Sungguh, inilah kebodohan kesadaranku yang selalu jadi ‘benar’ !! Tapi sungguh, sayang !. Inipun bukan suatu alasan untuk menyalahkanmu. Bahkan tiada bintik khilafpun yang sempat kamu bubuhkan. Semua begitu sempurna. Kuharap jangan membuatmu bersedih atau merasa tersudut. Itu hanya sekedar letup rasa rindu ku yang tak tahu harus kutuangkan kemana. Dan seperti kataku sebelumnya, perasaan rindu adalah cinta yang berjarak. Dan aku, tak pernah mampu merapatkan jaraknya.

Minggu belakangan ini, aku acap ditemani seorang kawan lama di kejauhan. Sahabat masa kecilku, masa unik tempo kita belum mengenal derita. Entah kenapa Tuhan mengirimkan silaturahminya, sementara yang lain menyusun jarak dengan rapih dan membangun barisan. Aku berusaha menjadi penonton, paling tidak penonton yang menyaksikan dan mencoba memahami pekerjaan Tuhan yang sedang berlangsung.

Sungguh Tuhan,
Engkau maha kuat,
sedang aku papa dan lemah
hidupku hanya apa yang Kau bagi-bagikan
aku tak mampu mengubah
atau sedikit menggeser bagian yang terkecilpun
dari Karya Besar rencanaMu.

Sungguh Tuhan,
aku tak pernah sanggup
walau sekadar mengambil peran sederhana
menjadi khalifahMu di jagat fana ini
sementara itu,
menyusun kelengkapan diri yang Kau hadiahipun
aku tak kuasa

Sungguh Tuhan,
aku tak mampu
menjunjung syukur atas segala anugerahMu
sedangkan…
merawat pemberianMu yang tersisapun
aku tak berdaya

Sungguh Rabb,
Aku tak guna jika Kau tak ingin gunakan.

…………..

Petang kemarin ku coba sesaat untuk sport. Aktivitas yang sudah berbulan-bulan tak kusentuh. Bersama beberapa teman, aku bermain squash. Gembira memang, aku dapat menikmatinya. Keberadaan teman-teman itu menggembirakan. Tapi tetap tak mampu mengusir kedukaan itu, hingga akhirnya ku pikir mungkin ia memang akan selalu melekat sepanjang sisa hidupku. Hantu sejati.

Akh !! Kembali gambaran itu muncul dan nampak begitu jelas. Vision. Apakah ini isyarat darimu atau halusinasi ? Wajahmu begitu jelas dan begitu detail. Bahkan tanda gerak-gerak halus tahi lalat di keningmu begtu jelas. Kamu merasa kehilangan dan mencari aku… itukah yang ingin kamu sampaikan, dinda ? Akupun demikian. Kini berada di ujung ambang ! Carilah cara dan bila kau temukan gengamlah tanganku sesegera mungkin. Disitu, ada sesuatu yang telah kutitipkan kepadamu. Maka rawatlah ia tanpa duka tanpa kesedihan. Tanda bahwa kita pernah ada dan tetap selalu ada, ia memenuhi ruang di segenap penjuru angin. Ingatkan itu aku selalu.


Dengan butiran rindu bertabur…,
-.Swamimoe.-


NB:

Oh ya ! Aku pernah sampaikan penantianku pada seseorang. Lalu apa kata mereka ? Bid’ah … ha ha ha Bahkan airmataku bid’ah pula ! Apa hak mereka memasung pandangan mereka sendiri, sementara Tuhan mereka menganjurkannya ! Apa yang mereka tahu tentang bid’ah ? Dasar pemuja berhala simbul yang narsis’, aku sudah ‘get out’ dari situ ! Lalu mas bilang, kalau itu yang mereka anggap kebenaran, selamat tinggal…walau belum ku temukan ‘kesejatian’ itu, tapi daya hidupku menolak ‘menetapi kejahiliyahan’. Aku musti ‘hijrah’ ! Setuju ?

Tidak ada komentar: