Rabu, 20 Desember 2006

DUA PURNAMA




Dua purnama berlalu kamu terpaksa pergi
ku lepas di pintu singgasana Ilahi Rabbi
tulus ku coba melepas semua jemari
dari tanganku yang dulu kau genggam erat
tak pernah kau lepas walau sesaat


Masih ku ingat senyum yang tak pernah berpaling
dan perhatian kasihmu metatap diujung kerling
biarpun hidup mendera dan aku menyiksa
utuh cintamu tak pernah melepaskan asa


Dua purnama sudah kau ku kenang
dari perjuangan panjang
tak satupun sisa yang hilang


Kegigihan melawan segala sakit
sabar menanti di peluang sempit
dan kuasa doa yang begitu rumit
menjadi jerih kemenangan,
kau menangi pertarungan !
tapi…
bergulat dengan maut hanya menunda kalah
bagai pencuri ia mengendap kala kita lelah


Aku Ikhlas…Ya Allah
mengingat aku berencana, Engkau berkehendak
Aku Ikhlas…
mengingat segala upaya dan kesedihan
mustahil kembalikan yang hilang
Aku Ikhlas dengan sempurnanya rencanaMu


Biarlah parau zikirku melantun penuh harap
jalanmu lapang dan lapanglah dadaku…
istirahatmu tenang dan tenanglah jiwaku…
dan pergilah dengan damai maka damaikan hatiku…
Aku Ikhlas…


Dua purnama ku tahan isak, membendung airmata
demi menjual citra di mata dunia dimata sesama
ku jaga harga sebuah tata krama
Tapi buat apa ?
Saat ini, jasad tubuh ini tidak milik siapa-siapa !
aku jasad seonggok daging tanpa tulang


Dua purnama sudah berlaku
Sungguh, maafkan aku …
jika tak mampu mengekang rindu
yang menusuk jauh di kedalaman kalbu
yang memastikan jurang antara kau dan aku
ternyata terus melebar bersama waktu

Semakin lebar ia semakin dalam di kegelapan
rinduku pada mu begitu menghujam
Aku ingin segera pulang
gelisah yang tak mengenal lelah rebah di badan
dua purnama berkelana diantara ruang-ruang jiran,
lorong-lorong jiran, kota-kota jiran, negeri-negeri jiran….
Aah ! … ternyata aku hanya singgah bertandang
ketika terlepas jiwaku ku tak ingat jalan pulang
ku cari ke kiri ataupun ke kanan
kutemukan titian berjenjang dan
kudapati jalan lereng dan menjulang
singgah di tiap titian
berteduh di pepohonan rindang
meneguk air di pancuran
tetap tak dapat kurasakan pulang


kamu adalah lirih suara rindu dikejauhan
dentingan bunyi yang bernyanyi di telingaku
desah nafas yang bermain di tarikan paru-paruku
kilasan cahaya yang membayang di retina mataku
kelembutan semilir bayu yang menyentuh kulitku
kesejukan beningnya air yang membasuh jasadku
udara yang menjadi oksigen dalam darah ku
gumpalan asa yang menjadi masa depan ku
dan peristirahatan kepenatan ke-tua-an ku
kamu tetap suara rindu dikejauhan


Ku cari peristirahatan hari-hariku
dari gubuk ke gubuk hingga ke gedung-gedung
di tepian hutan tempat kau bersenda dan taman mutiara,
di keheningan taman setia dan hentian duta ria
di lintasan cisadane, kampung rambutan,
di rerimbunan ciganjur dan kenangan bantarjati
di kenyamanan gugus pondokan jatimulya dan gunung kawi
Aku lintasi batas
kota ku jejaki semua tanah
Alor Setar,
Kuala Lumpur, Jakarta, Bogor,
Bandung
, Tasik Malaya, Semarang, hingga Yogyakarta,
Surabaya
, Malang, hingga tanah pekuburan mu…

Sayang, di kamu ku sadari rumah ku
Kamu adalah rumah ku

Rabu, 25 Oktober 2006

MAUT MENCURINYA DARIKU



ketika maut mencurinya dari ku,

tiada sesuatu yang bisa membantu...

hingga menggelegar halilintar menaburkan makna

yang dihujankan dari dilangit,



kau adalah maut yang menghianati aku

menikamkan buluh dari belakang jantungku...

tak kusangka kau larikan kekasihku



kau maut yang mengurang-ajari aku,

membunuh harapan yang dibina dari debu

tak kusadari kau curi belahan-jiwaku

dan meninggalkan sosokku

tanpa sedikit dayapun yang tersisa...



sungguh ... ketika maut mencurinya dariku

tahukah kau,

kehilangannya berarti mengusir 1000 ekor kuda

yang menghela asa dan cinta

membina keindahan pertemuan yang tengah kita nantikan ?



tapi, kau merampasnya dari ku,
dan betul-betul merampasnya
terlalu....
sungguh-sungguh terlalu....


setelah maut mencurinya dariku
pasrah kuberharap sisakan sedikit pribadiku
sedikit harapanku sedikit cintaku
dan tinggalkan segudang kenangan sangat indah
bersama kepedihan

.....

...

.

Sabtu, 21 Oktober 2006

BERBARINGLAH



Sayang, disinilah tempat tidur barumu
berbaringlah

Isteriku, sayangku, kekasihku
teman karibku, sahabat terbaikku
bidadariku, dewiku, malaikatku
Sungguh,
engkaulah malaikat
yang dititipkan Tuhan padaku

Tak kuasa kusampaikan hanya dengan kata
manis budi dan luasnya cintamu
gemerlap bagai dongeng dan hikayat
tak pernah terkerat oleh waktu
Terima kasih Isteriku
Tak terhingga terimakasih ku

Setelah bertahun kau selalu tidur disisiku
lelah dirimu mengarungi bahtera kehidupanku
Berbaringlah dengan penuh ketenangan
karena sesungguhnya kau tak tergantikan,
tak tergantikan
Semoga peraduan barumu
memberikan kedamaian padamu


Ya Allah …
Berikan kekasihku keamanan kenyamananMu
Berikan isteriku kenikmatan kebahagiaanMu
dan segala yang tak dapat ia peroleh dariku
Disisi Allah akan kau peroleh semua itu


Kekasih…
Kalau nanti petang menjelang
dan usiaku di batas pematang
Nantikan aku di pintu kematian




Jumat, 20 Oktober 2006

Selamat Jalan, Sayang !!



(Istriku, Diar Purwanita. Doaku mengiringi kepergianmu)

Teteh ku sayang,

pengabdian sepanjang hayat

yang begitu tulus dan penuh kasih sayang,

serta perhatian yang sangat besar

sungguh tak tergantikan

Engkau tak kan tergantikan…


Semua kau lakukan Lillahi ta’ala

Semua menjadi amal ibadah

yang luar biasa bermakna

Segalanya menjadi suri tauladan bagi ku


Masih ku ingat begitu pekat

perbincangan terakhir kita

kau harapkan aku selesaikan

tujuan pendapingan terakhirmu kepadaku

penyebab kenapa engkau ke bumi Sintok ini

Kemudian secara kias kau siapkan aku

mengarungi lautan ini tanpa bahteramu


Ingatkah kamu ?

kau tegur aku ketika menyanggah sunnatullah

sepatutnya kamu yang lebih takut tapi ternyata pasrah

sedang aku si pengecut mengerang tak jua menyerah

ku minta kau janjikan yang tak mungkin kau helah

dengan air mata kau sadarkan aku

dari keliru dan salah


Kekasih, Diar tercinta

menghadaplah dengan tenang

kembali kepada Allah Subhanahu Wata’ala

dengan penuh keampunan, ridho dan kasih sayangNya.


Tuhan,

izinkan aku memujanya sebagai istri sebagai wanita

sebagai cinta yang sempurna karya indah kuasaMu

yang sungguh ada, dan memang ada

Ampuni aku Tuhan jika aku meragui Mu


Ya Rabb Yang Maha Menatap

Tataplah aku, mohon dengar aku

sebagai hamba lemah yang memohon

aku iklas dan ridho atas kepergian nya

memenuhi panggilan dan kehendakMu Ya Rabbi

walau sebagai insan sahaya

tak kuasa ku tahan curahan derai air mata

menahan rasa duka yang teramat dalam


Ya Allah yang berkehendak,

Maha Pengasih, Maha Pemurah

Engkau saksinya, dia istri setia dan santun

yang begitu ramah juga penuh senyum

sungguh taat atas apa yang Kau tuntun

Jauhkan ia dari rasa khawatir dan takut

Lindungi ia dari siksa dan sepi yang memagut

Hadiahi ia dengan kebahagiaan dan kedamaian

Masukkanlah ia bersama golongan hamba-hambaMu

yang sholehah dan khusnul khotimah,

ke dalam kemuliaan syurga Mu.

Syurga Jannatun Na’iim


Amin Ya Rabbal Alamin।




Kamis, 19 Oktober 2006

MENJELANG KAMU PERGI


langit gulita hujan menyapu basah
matahari sembunyi di lipatan langit,

kilat mencabik-cabik mega

gegar halilintar menghentak sadar

taburan makna tercurah

tapi bumi ku membisu

tak mampu menafsirkannya



saat aku disibukan sangsi...

entah mengapa hatiku resah

maut khianat jantungku disayat

tubuh gelisah air mata tumpah

apa yang terjadi …!?



tak kusadari belahan-jiwaku diintai

menunggu saat yang sesuai

dan maut siap membantai


ketika maut menjemput
ku pacu laju lariku
saat khawatir ku memagut
kehilanganmu aku jauh lebih takut
berbekal kuasa doa yang sejumput,
kupeluk erat kau agar tak bisa direbut


Amboi
maut begitu kuat begitu liat
engkau mulai tersekat mulai sekarat

ku lafaz doa di telingamu
ku bisikkan iklas ku yang sungguh palsu
sematamata agar kau tenang
sesaat itu engkau meregang



Aku tak berdaya
sekejap semua usaha jadi sia-sia,
tangis dan doa tidak lagi bermakna
aku larut dalam kesedihan tanpa air mata


ku saksikan

cintaku direnggut tak terselamatkan

ku saksikan melihatmu terdiam



goyah tegak ku berdiri
di hempas badai tanpa tepi
dapatkah kau menyahutku

bolehkah aku mendengarmu



asa ku lepas
jalan ku kandas
kupeluk erat kamu untuk halangi waktu
mau ku ulangi hari untuk ku perbaiki
dan tempatmu biar ku ganti

“beraninya kau mendahului !”



sungguh aku tak berdaya
tanpa daya tatapan ku ke wajahmu sayu
tapi kau tak pernah se ayu itu
tak habis-habis belaian ku ke rambutmu
yang tumbuh sebuku jemariku
ku rangkul kepalamu dibantalkan lenganku,
ku dekap tubuh lunglaimu
ku peluk ku ciumi ku remas jemarimu
ku harap kau terjaga dari tidurmu
ku ganggu diriku atas segala kepura-puraan
agar tersandar sadarku pada kenyataan



ku remas ujung-ujung jari
ku kemas sisa-sisa mimpi
tak percayaku pada yang terjadi
tapi …
tak urung jua kulihat kau pergi


wahai ….
dimana nirwana itu
adakah tanda yang dijanjikan itu
agar kutemukan cara bersamamu


kini jiwaku dikulum emosi
tak bisa lagi ku sembunyi
menanti mukjizat menipu diri
sungguh kasih,
darah dan nafasku
merindu kamu

biarlah senyumku menari
agar dunia tahu dan mengerti
kematian takkan pernah mengakhiri
kisah kita ini

(di kejauhan sayup kudengar orang bernyanyi)
dalam hidupku, kesendirianku
terpuruk ku di sini menerangi sepi
dan ku tahu pasti
kau menemani