
Dua purnama berlalu kamu terpaksa pergi
ku lepas di pintu singgasana Ilahi Rabbi
tulus ku coba melepas semua jemari
dari tanganku yang dulu kau genggam erat
tak pernah kau lepas walau sesaat
Masih ku ingat senyum yang tak pernah berpaling
dan perhatian kasihmu metatap diujung kerling
biarpun hidup mendera dan aku menyiksa
utuh cintamu tak pernah melepaskan asa
Dua purnama sudah kau ku kenang
dari perjuangan panjang
tak satupun sisa yang hilang
Kegigihan melawan segala sakit
sabar menanti di peluang sempit
dan kuasa doa yang begitu rumit
menjadi jerih kemenangan,
kau menangi pertarungan !
tapi…
bergulat dengan maut hanya menunda kalah
bagai pencuri ia mengendap kala kita lelah
Aku Ikhlas…Ya Allah
mengingat aku berencana, Engkau berkehendak
Aku Ikhlas…
mengingat segala upaya dan kesedihan
mustahil kembalikan yang hilang
Aku Ikhlas dengan sempurnanya rencanaMu
Biarlah parau zikirku melantun penuh harap
jalanmu lapang dan lapanglah dadaku…
istirahatmu tenang dan tenanglah jiwaku…
dan pergilah dengan damai maka damaikan hatiku…
Aku Ikhlas…
Dua purnama ku tahan isak, membendung airmata
demi menjual citra di mata dunia dimata sesama
ku jaga harga sebuah tata krama
Tapi buat apa ?
Saat ini, jasad tubuh ini tidak milik siapa-siapa !
aku jasad seonggok daging tanpa tulang
Dua purnama sudah berlaku
Sungguh, maafkan aku …
jika tak mampu mengekang rindu
yang menusuk jauh di kedalaman kalbu
yang memastikan jurang antara kau dan aku
ternyata terus melebar bersama waktu
Semakin lebar ia semakin dalam di kegelapan
rinduku pada mu begitu menghujam
Aku ingin segera pulang
gelisah yang tak mengenal lelah rebah di badan
dua purnama berkelana diantara ruang-ruang jiran,
lorong-lorong jiran, kota-kota jiran, negeri-negeri jiran….
Aah ! … ternyata aku hanya singgah bertandang
ketika terlepas jiwaku ku tak ingat jalan pulang
ku cari ke kiri ataupun ke kanan
kutemukan titian berjenjang dan
kudapati jalan lereng dan menjulang
singgah di tiap titian
berteduh di pepohonan rindang
meneguk air di pancuran
tetap tak dapat kurasakan pulang
kamu adalah lirih suara rindu dikejauhan
dentingan bunyi yang bernyanyi di telingaku
desah nafas yang bermain di tarikan paru-paruku
kilasan cahaya yang membayang di retina mataku
kelembutan semilir bayu yang menyentuh kulitku
kesejukan beningnya air yang membasuh jasadku
udara yang menjadi oksigen dalam darah ku
gumpalan asa yang menjadi masa depan ku
dan peristirahatan kepenatan ke-tua-an ku
kamu tetap suara rindu dikejauhan
Ku cari peristirahatan hari-hariku
dari gubuk ke gubuk hingga ke gedung-gedung
di tepian hutan tempat kau bersenda dan taman mutiara,
di keheningan taman setia dan hentian duta ria
di lintasan cisadane, kampung rambutan,
di rerimbunan ciganjur dan kenangan bantarjati
di kenyamanan gugus pondokan jatimulya dan gunung kawi
Aku lintasi batas
Alor Setar,
Sayang, di kamu ku sadari rumah ku
Kamu adalah rumah ku