Dear Diar,
Selamat malam, Sayang !
Beribu maaf bila malam ini ku ganggu lagi istirahat panjangmu. Hanya 50 hari kutahan hasrat menulis untukmu, sungguh hampir gila aku dibuatnya. Tidak kusangka ledak-ledak kecil rindu ini telah merubah tata cara pandanganku dan tatanan pergaulanku. Sampai pada malam ini, dimalam ke 470 kepergianmu, aku masih meracau dalam lelap dan bersesunggukan hingga terbangun…. Inilah kali pertama yang kusadari terjadi. Meracau dan bersesunggukan, dan aku tak dapat menahannya.
Sayang, maafkan masmu ini, andai kusimpulkan malam menjelang dini hari ini hidupku memang sungguh kacau dan menggelisahkan. Fenomena lingkunganku telah menghasilkan tafsir bahwa kau juga tengah merinduiku. Kurasakan kegelisahanku adalah kegelisahanmu jua. Kegelisahan yang mengundang gundah pergaduhan. Bisakah kau bayangkan ?
Baru saja kemarin aku tak lagi dapat mengendalikan gerak emosiku di dalam penat. Tingkah polah Sami yang dengan sengaja mempermainkan aku, entah karena keinginannya untuk lari dan melepaskan diri dari tanggungjawabnya terhadap mobil kita yang dipinjamnya, atau entah karena perilaku budayanya semata. Hanya saja bagiku, ia telah mempecundangiku, menipu dan mencoba mencuri keuntungan dari kelemahanku ini.
Mungkin hidupku sedang diujiNya jauh sejak sebelum kamu jatuh sakit. Namun saat itu jiwa masih cukup kukuh menyaksikan ketegaranmu menerima ujian-ujian hidupmu. Aku sepatutnya tegar untuk mendorong semangat positifmu menerima berbagai ujian itu. Walau sesungguhnya aku luluh menjadi saksi yang menatap bagaimana kamu menerima dan mempersiapkan dirimu untuk menerima kembali kemungkinan-kemungkinan ujian baru. Yang juga jauh lebih meluluhkan dari sebelumnya.
“Kita musti kuat, teh. Lihatlah, walau berbagai kesulitan dan penderitaan datang silih berganti di kehidupan ini, tapi tetap saja selama ini kita masih terjaga. Apa yang kita buat ? Hampir tiada. Semua adalah kerja Allah”, kataku di suatu saat.
“Iya mas, kita musti yakin begitu. Tapi janganlah kamu katakan ini bagian dari penderitaan hidup kita, karena sesungguhnya aku telah bahagia atas karuniaNya, yaitu kerelaanmu menerimaku dan tidak berubah atas semua kekurangan dari segala keadaan-keadaanku sekarang”, tanggapmu menimpaliku.
“Aku tidak pernah risau bersamamu selama ini !”. Senyummu begitu manis untuk meyakinkanku bahwa kamu baik-baik saja.
Seperti biasanya pula waktu berlalu dan musimpun berganti. Berbagai peristiwa juga berlalu bersama waktu. Dan selama itu kau laksanakan cintamu dengan sabar dan santun, dan sungguh aku mengerti. Dan tanpa sekalipun kau biarkan di jeda setiap peristiwa itu terjadi sebuah pertengkaranpun. Dan kamu berhasil.

Entah kenapa
.......mimpi tak pernah bisa bertahan
Angin pagi
........selalu datang mencurinya pergi
Dan tiba-tiba saja
............cinta menjadi suatu yang sulit
Semua tempat yang dikabarkan
Nyata-nyata dihalang dan tertutup
Tapi, keinginan ini tak dapat ditahan
Rasa yang dipendam tak dapat diluahkan
Aku mesti berjuang keras
Untuk menyimpannya dalam-dalam
Aku ingin melindunginya sepenuhnya
Tapi juga tidak kehilangan arah
Sampai jantungku berhenti sempurna
Hidup yang kita jumpai telah merentasi masa
Dan kalau air mata tumpah….
Aku ingin didekap buat selamanya
................................................
Andai sang waktu tak mampu lagi menetasi harapan, ya Tuhan...
aku ingin pulang dari perjalanan panjang ini...
ke keteduhan singgasanaMu...
di tempat yang sama,
di sisi permaisuriku…......
Kerinduan dalam kelam,
-.Swamimoe.-