
Penggal akhir Oktober 2008.
Malam dingin basah diguyur rinai hujan
Semilir angin buta mencuri usap di kening dan kuduk
mengusik galau gundah yang gelisah menggapai pukau
dan diriku kian lelah diterjang ragu...
Kepada kekasih yang menatap di kegelapan dan tenggelam di kemisterian. Waktu terus berjalan menuntun langkah yang memberangsang suasana-suasana yang tak ku tahu. Begitu banyak harapan terhampar tanpa kesempatan untuk memilah fikir. Membiarkan aku memilih tanpa kebenaran memperolehinya. Menentukan arah di setiap persimpangan yang dilewati, menentukan pintu atau lorong yang mungkin memberikan keberartian. Aku hanya dibuai terbang melantuni semua itu tanpa boleh tidur dan beristirahat. Saat ini, aku sunguh lelah tanpa mengerti, lemah tanpa merasai. Seperti pelita yang meredup kehabisan minyaknya, sebelum sempat menerangi seluruh barisan huruf-huruf di sudut-sudut lembar buku kecilku. Buku kehidupanku.
Kepada Tuhan yang menatap di Ketakterbatasan, …andai saja Kau iseng rencanakan aku harus berhenti di ragu, ...untuk apa ku Kau jalankan di keyakinan semu ? Kalau memang harus berakhir di dahaga tak berkesudahan, untuk apa ku Kau mulaikan dengan bergalon tegukan kemurnian cairan fatamorgana ? Kalau ujungnya adalah dilanda kesesakan amarah dan kebencian, untuk apa harus diawali dengan tebaran butiran cinta yang menggelinding memenuhi taman ? Dan kalau akhirnya Kau biarkan aku terlantar di kedunguan dunia, mengapa begitu tergesa-gesanya semangat alam memancing pengetahuan, mengusir kebodohan di awal perjumpaan...?
Buat apa ?
Sampai kini aku tak melihat adanya perbedaan atau pun kesamaan dalam perdebatan diantara pendapat-pendapat manusia. Mudarat dan manfaat hanyalah anggapan dari cara menatap, karena kita hanya asyik membandingkan kamu dengan dirimu... Membandingkan hasil dari “dua tambah satu” dengan “
Wahai keajaiban hakiki, yang memandang hidup hanya permainan belaka..., rinduku membakar kejemuanku hingga merakit sarat pesona derita. Mengembangkan inginku untuk segera mengakhiri dan berhenti di penghujung mati. Walaupun kutahu tiada hak dan kewenanganku untuk tentukan waktu, mengingat rencanaMulah yang senantiasa berlaku. Aku hanya berhenti di keinginan. Semata hanya berkeinginan.. Maka sempatkanlah memederkakan keinginan itu.
Sempatkanlah memederkakan keinginan itu.....!!